Puisi-Puisi tentang SCTV Tower, Senayan City – Jakarta

Daftar Isi

Puisi-Puisi tentang SCTV Tower, Senayan City – Jakarta
Picture by: Elvera Zhunda

Jakarta bukan sekadar ibu kota, melainkan ruang di mana waktu, ambisi, dan harapan saling bertemu dalam diam. Di salah satu sudut paling ikonisnya, sebuah menara berdiri tegak, mengawasi denyut kehidupan yang tak pernah benar-benar berhenti. Tempat ini bukan hanya titik geografis, tetapi juga ruang batin bagi banyak cerita. Puisi-puisi berikut hadir sebagai upaya menangkap emosi, suasana, dan potret kecil dari kehidupan urban yang terselip di antara cahaya lampu dan bayangan gedung tinggi.

1. Di Balik Langit Petang

Menjulang menembus langit senja,
menara diam mengamati kota,
lampu-lampu mulai menyala perlahan,
menandai Jakarta belum lelah bercerita.

Di bawahnya, laju langkah bersilang,
pusat perbelanjaan mengalirkan denyut kehidupan,
tempat ambisi bertemu dengan hiburan,
dan hati bertemu bayangan masa depan.


2. Monumen Di Tengah Deru

Tak hanya gedung, tapi saksi,
deru mesin dan mimpi yang bersinergi,
di sela kemacetan dan peluh siang,
sebuah menara tetap tenang berdiri.

Di pusat arus konsumer dan prestise,
lantai-lantai gemerlap menjadi panggung waktu,
di mana langkah mengendap cepat,
dan masa muda beradu dengan rindu.


3. Cermin Kaca Ibu Kota

Bayang langit terpantul dari jendela tinggi,
struktur megah mencerminkan ambisi,
betapa kota mencintai ketinggian,
dan tak pernah berhenti mengejar keabadian.

Lorong-lorong di bawahnya berdetak,
keramaian yang tak pernah retak,
setiap langkah adalah cerita,
tentang pencarian makna di tengah dunia.


4. Senja di Ujung Lantai Tiga Puluh

Ketika senja menyentuh dinding kaca,
warna jingga mencium sisa siang,
dari atas menara yang diam,
terlihat kota seperti mimpi yang terang.

Keramaian pun melambat sejenak,
toko-toko menyimpan lelah,
namun langkah tak pernah padam,
karena malam segera datang membawa harap.


5. Lampu dan Bayang

Menara menjulang, langit menguning,
di bawah, bayang berjalan tanpa hening,
pusat kota memutar lagu harian,
dalam lorong-lorong kilau peradaban.

Tegak seperti doa,
disampaikan pada awan dan cahaya,
seakan berkata, “Lihat aku, Jakarta,
aku berdiri demi segala asa.”


6. Ada Cinta di Tengah Kota

Di antara beton dan angin sore,
tercium wangi parfum yang tersembunyi,
mungkin dari kekasih yang tertawa ringan,
menyusuri eskalator tanpa beban.

Menara mengamati dalam diam,
kisah cinta ditulis di kafe pinggiran,
tak ada yang benar-benar sendiri,
di kota yang tak henti menyembunyikan rindu.


7. Pagi dari Ketinggian

Jakarta belum sepenuhnya terbangun,
tapi dari ketinggian menara yang agung,
langit perlahan membuka pintunya,
dan cahaya menyentuh ubin kota.

Gedung-gedung bersiap membuka tirai,
merangkul pejalan kaki dan pejuang pagi,
sementara sang penjaga langit tetap berjaga,
menjadi penanda bahwa harapan tak pernah pergi.

Dari lantai tertinggi hingga lorong paling sibuk, kota ini menyimpan jejak langkah, suara tawa, dan sesekali rindu yang tertinggal. Puisi menjadi cara untuk merangkum perasaan yang tak terucap, menghadirkan kembali momen yang mungkin terlewat, dan memberi makna pada apa yang tampak biasa. Semoga bait-bait ini membawa pembaca untuk sejenak berhenti, melihat ke atas, dan menyadari bahwa bahkan di tengah riuh Jakarta, masih ada ruang untuk merenung dan merasa.(*)

Posting Komentar

⚙️Flash Sale! Garansi Resmi Merek ORIGINAL 100% 1 Tahun!!
✔️ RP82.900
RP320.000
Mix and Match Outfit Kerja 2025
Flash Sale ✅ Rp104.500   Rp225.000
(Selama persediaan & masa promo masih ada)